(dalam tahap pengembangan)
Selayang Pandang

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Sahabat-sahabat sekalian,
Mari mengenal SMP Negeri 182 lebih jauh.
Sekarang, SMP Negeri 182 dikenal dengan nama SERDADOE, tetapi di awal dikenal dengan sebutan SADEWA.
Dahulu, SMP Negeri 182 adalah kelas jauh dari SMP Negeri 33 yang termasuk wilayah Tebet. Serdadoe mendapat nomor baru, yaitu tahun 1980 dengan SK …………………………..
Kepala sekolah yang dipercaya untuk memimpin SMP Negeri 182 kala itu adalah Ibu Kun Maryati Kiningsih yang biasa kami panggil bu Kuning, beliau adalah wakil Kepala di SMPN 33, beliau memimpin SMPN 182 hingga tahun 1981.
Selepas Ibu Kuning, SMP Negeri 182 dipimpin oleh Ibu Hajjah Sukanah, sayangnya kesehatan beliau tidak memungkinkan untuk bekerja, hingga wafat di tahun 1983. Saat itu sekolah mengalami kekosongan pemimpin, tetapi tetap beroperasi dengan baik di bawah kendali para wakil yang kala itu ada 4 orang.
Dalam data, tertulis bu Hajjah Sukanah memimpin SMP Negeri 182 hingga tahun 1983.
Setelah kosong beberapa bulan, SMP Negeri 182 kembali mempunyai pemimpin. Sempu Siswokusumo diberikan kepercayaan memimpin sekolah yang lama tidak mempunyai kepala sekolah ini. Di bawah kepemimpinan beliau, SMP Negeri 182 mulai menggeliat dan menghasilkan banyak prestasi.
Ketegasan dan disiplin beliau membuat SMP Negeri 182 dipandang oleh masyarakat sekitar. Beliau sangat disegani, baik oleh kami, anak buahnya sampai Kepala Sekolah sekitar. Pada masa beliau, sekolah kami adalah Sub Rayon untuk Ebtanas, juga Sanggar Kecamatan. Pada masa itu sekolah sanggar adalah pusat kegiatan guru, maka tak heran sekolah kami selalu ramai dan banyak kegiatan. Setiap menjelang Ebtanas sampai pengumuman kelulusan, sekolah sibuk dan banyak tamu. Bahkan setelah soal Ujian datang, Kepala Sekolah selaku Penanggung Jawab ditemani Panitia lain menginap di sekolah.
Sejak tahun 1980 sampai sekarang, SMPN 182 sudah dipimpin oleh 15 orang kepala sekolah. Mulai dari Almarhumah bu Kuning sampai sekarang pak Satimin. Selepas Bapak Sempu Siswokusumo, SMPN 182 dipimpin oleh Bapak Anhar Sudibjo. Beliau unik, banyak kenangan yang terukir pada masa beliau. Mulai di atas meja guru harus ada bendera Merah Putih dan 2 buah vas bunga, dan masih banyak lagi.
Kepemimpinan SMPN 182 dilanjutkan oleh Ibu Esti Sihotang, tak banyak kenangan pada masa beliau, karena beliau hanya sebentar saja di SMPN 182. Setelah bu Esti, masuklah Bapak Yuda D. Mulyatna. Beliau sangat ke-bapak-an. Banyak kenangan manis tercipta pada masa kepemimpinan beliau.
Setelah pak Yuda sekolah sempat kosong, diisi oleh Plt. dari Pengawas. Kemudian hadir pak Agus Bambang pada saat persiapan Ujian. Beliau adalah Kepala Sekolah terpemdek masa baktinya di Serdadoe. Meskipun secara SK adalah 9 bulan, tetapi beliau sudah ditarik ke SMPN 56 setelah masa Ujian selesai. Dan sebelum datang pengganti, sekolah kami kembali di bawah pengawasan Plt yang juga Pengawas Paket. Kebetulan juga beliau berlatar belakang IPA, sama dengan Plt sebelumnya.
Kepemimpinan dilanjutkan oleh Ibu Sumartini. Di awal masa kepemimpinan beliau kami terpaksa harus mengungsi, karena sekolah mengalami rehab total. Hal tersebut terjadi karena kebetulan Gedung Laboratorium IPA yang terpisah dari gedung belajar, atapnya ambruk. Untung tudak ada korban jiwa, hanya beberapa alat yang rusak. Karena kami sekolah besar dengan banyak rombongan belajar, maka kami terpencar di beberapa sekolah.

Dahulu, SMPN 182 memiliki 36 rombongan belajar. Terbagi rata 12 rombongan belajar tiap jenjangnya. Pada awal tahun, Penerimaan Siswa Baru sudah disesuaikan dengan lokal sekolah yang akan ditempati. Kelas 7 kala itu menempati 2 sekolah, yaitu SD 07 dan 08 Kalibata dengan 8 rombongan belajar. Sementara kelas 8 menempati SDN 01 dan 09 Kalibata, masih dengan 12 rombongan belajar, karena awalnya kelas 2 itu terbagi dua shift, pagi dan siang. Kelas 9 menempati SDN 11 dan 12 Kalibata dengan 10 rombongan belajar.
Kami harus menyesuaikan dalam masa pengungsian. Tempat yang terbatas, waktu belajar yang terbatas dan tentunya juga biaya yang harus dikeluarkan.
Akhirnya pada bulan Februari 2004 kami diizinkan menempati kembali gedung sekolah kami, maka kami mengungsi kembali yang kedua kali. Terjadi penyesuaian kembali. Ruang belajar yang tersedia ternyata tidak mencukupi, maka ruang yang diperuntukkan untuk Laboratorium Bahasa dan Laboratorium IPS kami ubah peruntukannya sebagai ruang belajar. Dan belajar hanya satu shift, pagi saja. Saat itu, kami tidak lagi sampai maghrib di sekolah. Penyesuaian demi penyesuaian terjadi untuk memenuhi kebutuhan. Bu Sumartini pula yang mencanangkan pembangunan mesjid, walau baru dimulai dengan membuat gambar, blue print-nya.
Di akhir masa bakti Ibu Sumartini, ada penyesuaian lagi untuk menjadi sekolah gratis. Ternayata di masa beliau banyak hal-hal yang istimewa
Setelah masa kepemimpinan Ibu Sumartini dilanjutkan dengan Ibu Trisnowati. Penyesuaian menjadi sekolah gratis masih kami rasakan, karena ini berimbas pada banyak hal, terutama yang ada kaitannya dengan biaya. Baik untuk siswa maupun untuk guru, namun semua berjalan dengan baik. Di masa beliau, terjadi hal yang istimewa juga. Pertama yang paling diingat adalah ketika pemindahan Tempat Pengumpulan Sampah (TPS) yang semula ada di depan gedung sekolah, pindah ke dekat Stasiun Duren Kalibata. Alhamdulillah, tidak ada lagi pemerkosaan hidung karena bau sampah, terutama saat pagi dan sore hari. Saat gerobak-gerobak pengantar sampah datang dan menuangkan isinya.
Pada masa beliau sekolah memenangkan sekolah sehat, meskipun cuma juara kedua. Tetapi kami bertekad untuk tetap mempertahankannya. Kegiatan sekolah sebagai sekolah sanggar kembali aktif setelah terputus karena pengungsian.
Setelah Bu Trisnowati, maka SMPN 182 dipimpin oleh Bapak Permadi Trisna Siswanto. Pada masa ini, ada hal yang memberi pengalaman baru. Beliau mempelopori dibukanya Kelas Bilingual. Dengan demikian, dalam hitungan rombongan belajar jadi bertambah. Meskipun bukan hal yang mudah, kami bersiap dengan diadakannya Pelatihan Bahasa Inggris untuk Guru, mempelopori English Day, dimana kami menentukan satu hari dalam seminggu, semua warga sekolah yang saling menyapa, harus berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Jika selama ini ada kelas unggulan, kini bertambah dengan datangnya kelas Bilingual. Kelas Bilingual diseleksi bukan saja dari nilai raport, tetapi juga dari tes khusus Bahasa Inggris dan Komputer, selain tes penempatan yang memang diadakan untuk seluruh siswa. Kami mulai mempelajari Kurikulum untuk Kelas Bilingual, mengadakan pertemuan dengan sekolah lain yang sudah lebih dahulu mengadakan Kelas Bilingual. Ternyata sangat mengasyikkan.
 Selesai masa bakti Pak Permadi, digantikan dengan Pak Joko Suramto.
Selesai masa bakti Pak Permadi, digantikan dengan Pak Joko Suramto.
Tidak banyak yang terekam pada zaman ini. Kegiatan berjalan seperti biasa. Kejuaraan demi kejuaraan selalu diraih, terutama pada bidang ekskul. Pada masa ini SMPN 182 mendapat penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Sekolah Berintegritas Tinggi. Yaitu Sekolah yang Nilai Kejujurannya Tinggi, diamati selama beberapa tahun dari hasil Ujian AKhir. Sebuah kebanggaan yang patut diacungi jempol. Tentunya harus dijaga kelanjutannya.
Sejak masa Pak Permadi, masa bakti Kepala Sekolah jadi lebih singkat. Pak Permadi hanya 2 tahun di SMPN 182, Pak Joko Suramto juga.
Pengganti pak Joko Suramto adalah Ibu Rini Indri Hastuti. Beliau adalah tetangga dekat karena sejak menjadi guru di SMPN 155 dan memulai debut Kepala Sekolah di SMPN 238, tetap berada satu kecamatan dengan kami. Jadi kami tidak merasa asing dengan beliau.
Pada masa beliau kami mendapat Ruang Belajar Tambahan yang pengajuannya dimulai pada zaman Pak Joko Suramto. Sehingga sekarang kami punya dua gedung. Gedung baru dinamakan Gedung Ki Hajar Dewantara. Sejak selesai dan bisa ditempati, maka kelas 7 yang ditempatkan disana. Dengan demikian kami bisa memiliki ruang-ruang penunjang kegiatan, seperti Ruang OSIS, Ruang Pramuka, Ruang Laboratorium Komputer yang tadinya adalah Laboratorium Bahasa serta aula. Kalau tadinya kami menggunakan Aula adalah di Lantai 1 Mesjid, maka sekarang Mesjid benar-benar digunakan sebagai sarana ibadah.
Pelaksanaan pembangunan mesjid dimulai dari gambar pada masa bu Sumartini, peletakan batu pertama oleh bu Trisnowati, lalu pembangunan pada masa pak Permadi dan penggunaan pertama ditandatangani pada masa pak Joko Suramto. Wah ternyata pembangunan Mesjid tersebut memakan waktu yang lama, karena anggaran terbesar berasal dari Keluarga Besar SMPN 182, siswa dan Guru. Bukan berarti tidak ada dari pihak luar. Pihak luar mulai dari sumbangan alumni dan pihak-pihak lain yang memang kami mintakan sumbangannya sampai pemborong mesjid yang juga membantu mewujudkan Mesjid yang diberi nama Daarul Ilmi itu.
